Sabtu, 25 September 2010

Fakta Sejarah Asal Usul Bahasa-Basa Sunda dan Perkembangannya

Fakta Sejarah Asal Usul Bahasa-Basa Sunda dan Perkembangannya, Bahasa Sunda merupakan bahasa yang diciptakan dan digunakan oleh orang Sunda dalam berbagai keperluan komunikasi kehidupan mereka. Tidak diketahui kapan bahasa ini lahir, tetapi dari bukti tertulis yang merupakan keterangan tertua, berbentuk prasasti berasal dari abad ke-14.
Prasasti dimaksud di temukan di Kawali Ciamis, dan ditulis pada batu alam dengan menggunakan aksara dan Bahasa Sunda (kuno). Diperkirakan prasasti ini ada beberapa buah dan dibuat pada masa pemerintahan Prabu Niskala Wastukancana (1397-1475).
Salah satu teks prasasti tersebut berbunyi “Nihan tapak walar nu siya mulia, tapak inya Prabu Raja Wastu mangadeg di Kuta Kawali, nu mahayuna kadatuan Surawisésa, nu marigi sakuliling dayeuh, nu najur sakala désa. Ayama nu pandeuri pakena gawé rahayu pakeun heubeul jaya dina buana” (inilah peninggalan mulia, sungguh peninggalan Eyang Prabu Adipati Wastukentjana yang bertakhta di Kota Kawali, yang memperindah keraton Surawisesa, yang membuat parit pertahanan sekeliling ibukota, yang menyejahterakan seluruh negeri. Semoga ada yang datang kemudian membiasakan diri berbuat kebajikan agar lama berjaya di dunia).
Dapat dipastikan bahwa Bahasa Sunda telah digunakan secara lisan oleh masyarakat Sunda jauh sebelum masa itu. Mungkin sekali Bahasa Kw’un Lun yang disebut oleh Berita Cina dan digunakan sebagai bahasa percakapan di wilayah Nusantara sebelum abad ke-10 pada masyarakat Jawa Barat kiranya adalah Bahasa Sunda (kuno), walaupun tidak diketahui wujudnya.
Bukti penggunaan Bahasa Sunda (kuno) secara tertulis, banyak dijumpai lebih luas dalam bentuk naskah, yang ditulis pada daun (lontar, enau, kelapa, nipah) yang berasal dari zaman abad ke-15 sampai dengan 180. Karena lebih mudah cara menulisnya, maka naskah lebih panjang dari pada prasasti. Sehingga perbendaharaan katanya lebih banyak dan struktur bahasanya pun lebih jelas.
Contoh bahasa Sunda yang ditulis pada naskah adalah sebagai berikut:
  • Berbentuk prosa pada Kropak 630 berjudul Sanghyang Siksa Kandang Karesian (1518) “Jaga rang héés tamba tunduh, nginum twak tamba hanaang, nyatu tamba ponyo, ulah urang kajongjonan. Yatnakeun maring ku hanteu” (Hendaknya kita tidur sekedar penghilang kantuk, minum tuak sekedar penghilang haus, makan sekedar penghilang lapar, janganlah berlebih-lebihan. Ingatlah bila suatu saat kita tidak memiliki apa-apa!)
  • Berbentuk puisi pada Kropak 408 berjudul Séwaka Darma (abad ke-16) “Ini kawih panyaraman, pikawiheun ubar keueung, ngaranna pangwereg darma, ngawangun rasa sorangan, awakaneun sang sisya, nu huning Séwaka Darma” (Inilah Kidung nasihat, untuk dikawihkan sebagai obat rasa takut, namanya penggerak darma, untuk membangun rasa pribadi, untuk diamalkan sang siswa, yang paham Sewaka Darma).

Tampak sekali bahwa Bahasa Sunda pada masa itu banyak dimasuki kosakata dan dipengaruhi struktur Bahasa Sanskerta dari India. Setelah masyarakat Sunda mengenal, kemudian menganut Agama Islam, dan menegakkan kekuasaan Agama Islam di Cirebon dan Banten sejak akhir abad ke-16. Hal ini merupakan bukti tertua masuknya kosakata Bahasa Arab ke dalam perbendaharaan kata Bahasa Sunda.
Di dalam naskah itu terdapat 4 kata yang berasal dari Bahasa Arab yaitu duniya, niyat, selam (Islam), dan tinja (istinja). Seiring dengan masuknya Agama Islam kedalam hati dan segala aspek kehidupan masyarakat Sunda, kosa kata Bahasa Arab kian banyak masuk kedalam perbendaharaan kata Bahasa Sunda dan selanjutnya tidak dirasakan lagi sebagai kosakata pinjaman.
Kata-kata masjid, salat, magrib, abdi, dan saum, misalnya telah dirasakan oleh orang Sunda, sebagaimana tercermin pada perbendaharaan bahasanya sendiri. Pengaruh Bahasa Jawa sebagai bahasa tetangga dengan sesungguhnya sudah ada sejak Zaman Kerajaan Sunda, sebagaimana tercermin pada perbendaharaan bahasanya. Paling tidak pada abad ke-11 telah digunakan Bahasa dan Aksara Jawa dalam menuliskan Prasasti Cibadak di Sukabumi. Begitu pula ada sejumlah naskah kuno yang ditemukan di Tatar Sunda ditulis dalam Bahasa Jawa, seperti Siwa Buda, Sanghyang Hayu.
Namun pengaruh Bahasa Jawa dalam kehidupan berbahasa masyarakat Sunda sangat jelas tampak sejak akhir abad ke-17 hingga pertengahan abad ke-19 sebagai dampak pengaruh Mataram memasuki wilayah ini. Pada masa itu fungsi Bahasa Sunda sebagai bahasa tulisan di kalangan kaum elit terdesak oleh Bahasa Jawa, karena Bahasa Jawa dijadikan bahasa resmi dilingkungan pemerintahan. Selain itu tingkatan bahasa atau Undak Usuk Basa dan kosa kata Jawa masuk pula kedalam Bahasa Sunda mengikuti pola Bahasa Jawa yang disebut Unggah Ungguh Basa.
Dengan penggunaan penggunaan tingkatan bahasa terjadilah stratifikasi social secara nyata. Walaupun begitu Bahasa Sunda tetap digunakan sebagai bahasa lisan, bahasa percakapan sehari-hari masyarakat Sunda. Bahkan di kalangan masyarakat kecil terutama masyarakat pedesaan, fungsi bahasa tulisan dan bahasa Sunda masih tetap keberadaannya, terutama untuk menuliskan karya sastera WAWACAN dengan menggunakan Aksara Pegon.
Sejak pertengahan abad ke 19 Bahasa Sunda mulai digunakan lagi sebagai bahasa tulisan di berbagai tingkat sosial orang Sunda, termasuk penulisan karya sastera. Pada akhir abad ke 19 mulai masuk pengaruh Bahasa Belanda dalam kosakata maupun ejaan menuliskannya dengan aksara Latin sebagai dampak dibukanya sekolah-sekolah bagi rakyat pribumi oleh pemerintah.
Pada awalnya kata BUPATI misalnya, ditulis boepattie seperti ejaan Bahasa Sunda dengan menggunakan Aksara Cacarakan (1860) dan Aksara Latin (1912) yang dibuat oleh orang Belanda. Selanjutnya, masuk pula kosakata Bahasa Belanda ke dalam Bahasa Sunda, seperti sepur, langsam, masinis, buku dan kantor.
Dengan diajarkannya di sekolah-sekolah dan menjadi bahasa komunikasi antar etnis dalam pergaulan masyarakat, Bahasa Melayu juga merasuk dan mempengaruhi Bahasa Sunda. Apalagi setelah dinyatakan sebagai bahasa persatuan dengan nama Bahasa Indonesia pada Tahun 1928. Sejak tahun 1920-an sudah ada keluhan dari para ahli dan pemerhati Bahasa Sunda, bahwa telah terjadi Bahasa Sunda Kamalayon, yaitu Bahasa Sunda bercampur Bahasa Melayu.
Sejak tahun 1950-an keluhan demikian semakin keras karena pemakaian Bahasa Sunda telah bercampur (direumbeuy) dengan Bahasa Indonesia terutama oleh orang-orang Sunda yang menetap di kota-kota besar, seperti Jakarta bahkan Bandung sekalipun. Banyak orang Sunda yang tinggal di kota-kota telah meninggalkan pemakaian Bahasa Sunda dalam kehidupan sehari-hari di rumah mereka. Walaupun begitu, tetap muncul pula di kalangan orang Sunda yang dengan gigih memperjuangkan keberadaan dan fungsionalisasi Bahasa Sunda di tengah-tengah masyarakatnya dalam hal ini Sunda dan Jawa Barat. Dengan semakin banyaknya orang dari keluarga atau suku bangsa lain atau etnis lain yang menetap di Tatar Sunda kemudian berbicara dengan Bahasa Sunda dalam pergaulan sehari-harinya. Karena itu, kiranya keberadaan Bahasa Sunda optimis bakal terus berlanjut.
Sumber: Ensiklopedi Sunda
Penerbit: Pustaka Jaya

Sejarah Bahasa Sunda dan Perkembangannya

Bahasa menunjukkan bangsa, kata ini dipahami betul oleh para sarjana sunda. Bahkan, dalam perkembangan selanjutnya, dikalangan Sarjana Sunda yang dianggap cukup berpengaruh bukan hanya bahasa dan etnisitas, tapi juga budaya. Dengan demikian, bahasa adalah representasi, cerminan suatu kebudayaan; dan menentukan serta mendukung etnisitas. Bahasa dianggap sebagai pengusung terpenting dari suatu Budaya.
Bahasa Sunda resmi diakui sebagai bahasa yang mandiri mulai pada tahun 1841, ditandai dengan diterbitkannya kamus bahasa Sunda yang pertama (Kamus bahasa Belanda-Melayu dan Sunda). Kamus tersebut diterbitkan di Amsterdam, disusun oleh Roorda, seorang Sarjana bahasa Timur.
Tidak diketahui pasti kapan bahasa sunda lahir, tetapi dari bukti tertulis yang merupakan keterangan tertua, berbentuk prasasti berasal dari abad ke-14.
Prasasti dimaksud di temukan di Kawali Ciamis, dan ditulis pada batu alam dengan menggunakan aksara dan Bahasa Sunda (kuno). Diperkirakan prasasti ini ada beberapa buah dan dibuat pada masa pemerintahan Prabu Niskala Wastukancana (1397-1475).
Salah satu teks prasasti tersebut berbunyi “Nihan tapak walar nu siya mulia, tapak inya Prabu Raja Wastu mangadeg di Kuta Kawali, nu mahayuna kadatuan Surawisésa, nu marigi sakuliling dayeuh, nu najur sakala désa. Ayama nu pandeuri pakena gawé rahayu pakeun heubeul jaya dina buana” (inilah peninggalan mulia, sungguh peninggalan Eyang Prabu Adipati Wastukentjana yang bertakhta di Kota Kawali, yang memperindah keraton Surawisesa, yang membuat parit pertahanan sekeliling ibukota, yang menyejahterakan seluruh negeri. Semoga ada yang datang kemudian membiasakan diri berbuat kebajikan agar lama berjaya di dunia).
Dapat dipastikan bahwa Bahasa Sunda telah digunakan secara lisan oleh masyarakat Sunda jauh sebelum masa itu. Mungkin sekali Bahasa Kw’un Lun yang disebut oleh Berita Cina dan digunakan sebagai bahasa percakapan di wilayah Nusantara sebelum abad ke-10 pada masyarakat Jawa Barat kiranya adalah Bahasa Sunda (kuno), walaupun tidak diketahui wujudnya.
Bukti penggunaan Bahasa Sunda (kuno) secara tertulis, banyak dijumpai lebih luas dalam bentuk naskah, yang ditulis pada daun (lontar, enau, kelapa, nipah) yang berasal dari zaman abad ke-15 sampai dengan 180. Karena lebih mudah cara menulisnya, maka naskah lebih panjang dari pada prasasti. Sehingga perbendaharaan katanya lebih banyak dan struktur bahasanya pun lebih jelas.
Contoh bahasa Sunda yang ditulis pada naskah adalah sebagai berikut:
  • Berbentuk prosa pada Kropak 630 berjudul Sanghyang Siksa Kandang Karesian (1518) “Jaga rang héés tamba tunduh, nginum twak tamba hanaang, nyatu tamba ponyo, ulah urang kajongjonan. Yatnakeun maring ku hanteu” (Hendaknya kita tidur sekedar penghilang kantuk, minum tuak sekedar penghilang haus, makan sekedar penghilang lapar, janganlah berlebih-lebihan. Ingatlah bila suatu saat kita tidak memiliki apa-apa!)
  • Berbentuk puisi pada Kropak 408 berjudul Séwaka Darma (abad ke-16) “Ini kawih panyaraman, pikawiheun ubar keueung, ngaranna pangwereg darma, ngawangun rasa sorangan, awakaneun sang sisya, nu huning Séwaka Darma” (Inilah Kidung nasihat, untuk dikawihkan sebagai obat rasa takut, namanya penggerak darma, untuk membangun rasa pribadi, untuk diamalkan sang siswa, yang paham Sewaka Darma).

Tampak sekali bahwa Bahasa Sunda pada masa itu banyak dimasuki kosakata dan dipengaruhi struktur Bahasa Sanskerta dari India. Setelah masyarakat Sunda mengenal, kemudian menganut Agama Islam, dan menegakkan kekuasaan Agama Islam di Cirebon dan Banten sejak akhir abad ke-16. Hal ini merupakan bukti tertua masuknya kosakata Bahasa Arab ke dalam perbendaharaan kata Bahasa Sunda.
Di dalam naskah itu terdapat 4 kata yang berasal dari Bahasa Arab yaitu duniya, niyat, selam (Islam), dan tinja (istinja). Seiring dengan masuknya Agama Islam kedalam hati dan segala aspek kehidupan masyarakat Sunda, kosa kata Bahasa Arab kian banyak masuk kedalam perbendaharaan kata Bahasa Sunda dan selanjutnya tidak dirasakan lagi sebagai kosakata pinjaman.
Kata-kata masjid, salat, magrib, abdi, dan saum, misalnya telah dirasakan oleh orang Sunda, sebagaimana tercermin pada perbendaharaan bahasanya sendiri. Pengaruh Bahasa Jawa sebagai bahasa tetangga dengan sesungguhnya sudah ada sejak Zaman Kerajaan Sunda, sebagaimana tercermin pada perbendaharaan bahasanya. Paling tidak pada abad ke-11 telah digunakan Bahasa dan Aksara Jawa dalam menuliskan Prasasti Cibadak di Sukabumi. Begitu pula ada sejumlah naskah kuno yang ditemukan di Tatar Sunda ditulis dalam Bahasa Jawa, seperti Siwa Buda, Sanghyang Hayu.
Namun pengaruh Bahasa Jawa dalam kehidupan berbahasa masyarakat Sunda sangat jelas tampak sejak akhir abad ke-17 hingga pertengahan abad ke-19 sebagai dampak pengaruh Mataram memasuki wilayah ini. Pada masa itu fungsi Bahasa Sunda sebagai bahasa tulisan di kalangan kaum elit terdesak oleh Bahasa Jawa, karena Bahasa Jawa dijadikan bahasa resmi dilingkungan pemerintahan. Selain itu tingkatan bahasa atau Undak Usuk Basa dan kosa kata Jawa masuk pula kedalam Bahasa Sunda mengikuti pola Bahasa Jawa yang disebut Unggah Ungguh Basa.
Dengan penggunaan penggunaan tingkatan bahasa terjadilah stratifikasi social secara nyata. Walaupun begitu Bahasa Sunda tetap digunakan sebagai bahasa lisan, bahasa percakapan sehari-hari masyarakat Sunda. Bahkan di kalangan masyarakat kecil terutama masyarakat pedesaan, fungsi bahasa tulisan dan bahasa Sunda masih tetap keberadaannya, terutama untuk menuliskan karya sastera WAWACAN dengan menggunakan Aksara Pegon.
Sejak pertengahan abad ke 19 Bahasa Sunda mulai digunakan lagi sebagai bahasa tulisan di berbagai tingkat sosial orang Sunda, termasuk penulisan karya sastera. Pada akhir abad ke 19 mulai masuk pengaruh Bahasa Belanda dalam kosakata maupun ejaan menuliskannya dengan aksara Latin sebagai dampak dibukanya sekolah-sekolah bagi rakyat pribumi oleh pemerintah.
Pada awalnya kata BUPATI misalnya, ditulis boepattie seperti ejaan Bahasa Sunda dengan menggunakan Aksara Cacarakan (1860) dan Aksara Latin (1912) yang dibuat oleh orang Belanda. Selanjutnya, masuk pula kosakata Bahasa Belanda ke dalam Bahasa Sunda, seperti sepur, langsam, masinis, buku dan kantor.
Dengan diajarkannya di sekolah-sekolah dan menjadi bahasa komunikasi antar etnis dalam pergaulan masyarakat, Bahasa Melayu juga merasuk dan mempengaruhi Bahasa Sunda. Apalagi setelah dinyatakan sebagai bahasa persatuan dengan nama Bahasa Indonesia pada Tahun 1928. Sejak tahun 1920-an sudah ada keluhan dari para ahli dan pemerhati Bahasa Sunda, bahwa telah terjadi Bahasa Sunda Kamalayon, yaitu Bahasa Sunda bercampur Bahasa Melayu.
Sejak tahun 1950-an keluhan demikian semakin keras karena pemakaian Bahasa Sunda telah bercampur (direumbeuy) dengan Bahasa Indonesia terutama oleh orang-orang Sunda yang menetap di kota-kota besar, seperti Jakarta bahkan Bandung sekalipun. Banyak orang Sunda yang tinggal di kota-kota telah meninggalkan pemakaian Bahasa Sunda dalam kehidupan sehari-hari di rumah mereka. Walaupun begitu, tetap muncul pula di kalangan orang Sunda yang dengan gigih memperjuangkan keberadaan dan fungsionalisasi Bahasa Sunda di tengah-tengah masyarakatnya dalam hal ini Sunda dan Jawa Barat. Dengan semakin banyaknya orang dari keluarga atau suku bangsa lain atau etnis lain yang menetap di Tatar Sunda kemudian berbicara dengan Bahasa Sunda dalam pergaulan sehari-harinya. Karena itu, kiranya keberadaan Bahasa Sunda optimis bakal terus berlanjut.

Kumpulan Undak Unduk (Basa Loma - Basa Lemes) Bahasa Sunda


Nurutkeun panalungtikan (penelitian) tatakrama basa sunda atawa sok disebut oge UNDAK UNDUK BASA SUNDA (UUBS) teh wangunna (bentuknya). Aya sababaraha (beberapa) ragam (tingkat/jenis) UNDAK UNDUK BASA SUNDA (UUBS) nu (yang) ilahar (biasa) digunakeun dina basa sunda, diantawisna (diantaranya) nyaeta (yaitu) ragam basa hormat, ragam basa loma / kasar.
Dina (pada) hakekatna digunakeunana ragam hormat teh taya lian (tidak lain) pikeun (untuk) nembongkeun (menunjukkan) rasa hormat ti (dari) nu nyarita (bicara) ka (kepada) nu diajak nyarita (diajak bicara) jeung ka saha nu dicaritakeunana (dan sesiapa yang menjadi bahan pembicaraan). Ragam basa hormat aya dalapan rupa (tapi nu biasa dipake aya genep) nyaeta:
1. ragam basa lemes pisan/luhur
2. ragama basa lemes keur batur
3. ragam basa lemes keur pribadi/lemes sedeng
4. ragam basa lemes kagok/panengah
5. ragam basa lemes kampung/dusun
6. ragam basa lemes budak 
Didieu bade diguar sakeudik ngeunaan kumpulan (kempelan) basa loma - basa lemes (Undak Unduk) bahasa sunda.
UNDAK-USUK BASA
(BASA LOMA-BASA LEMES)
Basa Loma
Basa Lemes
(Keur ka sorangan)
Basa Lemes
(Keur ka batur)
Bahasa
Indonesia
Abus, asup
Lebet
Lebet
Masuk
Acan, tacan, encan
Teu acan
Teu acan
Belum
Adi
Adi
Rai, rayi
Adik
Ajang, keur, pikeun
Kanggo
Haturan
Untuk
Ajar
Ajar
Wulang, wuruk
Mengajar
Aji, ngaji
Ngaji
Ngaos
Akang
Akang
Engkang
Kakak / Abang
Aki
Pun aki
Tuang Eyang
Kakek
Aku, ngaku
Aku, ngaku
Angken, ngangken
Mengaku
Alo
Pun alo
Kapiputra
Keponakan
Alus
Sae
Sae
Bagus
Ambeh, supaya, sangkan
Supados
Supados
Supaya
Ambek
Ambek
Bendu
Marah
Ambe, ngambeu
Ngambeu
Ngambung
Mencium
Amit, amitam
Permios
Permios
Permisi
Anggel
Bantal
Bantal, kajang mastaka
Bantal
Anggeus, enggeus
Rengse
Parantos
Sudah
Anjang, nganjang
Ngadeuheus
Natamu
Bertamu
Anteur, nganteur
Jajap, ngajajapkeun
Nyarengan
Mengantar
Anti, dago, ngadagoan,
Ngantosan
Ngantosan
Menunggu
Arek
Bade, seja
Bade, seja
Mau / Akan
Ari
Dupi
Dupi
N/A
Asa, rarasaan
Raraosan
Raraosan
Perasaan
Asal
Kawit
Kawit
Asal
Aso, ngaso
Ngaso
Leleson
Istirahat / Rilex
Atawa
Atanapi
Atanapi
Atau
Atoh, bungah
Bingah
Bingah
Gembira
Awak
Awak
Salira
Badan
Awewe
Awewe
Istri
Perempuan
Babari, gampang
Gampil
Gampil
Mudah
Baca
Aos
Aos
Baca
Badami
Badanten
Badanten
Berunding
Bae, keun bae
Sawios, teu sawios
Sawios, teu sawios
Biarkan
Bagea
Bagea
Haturan
N/A
Baheula
Kapungkur
Kapungkur
Zaman Dahulu
Baju
Baju
Raksukan, anggoan
Baju
Bakti
Baktos
Baktos
Bakti
Balik, mulang
Wangsul
Mulih
Pulang
Balur
Balur
Lulur
Lulur
Bangga
Sesah
Sesah
Susah
Bapa
Pun Bapa
Tuang Rama
Bapak
Bareng, reujeung
Sareng
Sareng
Dengan
Bareto
Kapungkur
Kapungkur
Zaman Dahulu
Batuk
Bantuk
Gohgoy
Batuk
Batur
Babaturan
Rerencangan
Orang Lain
Bawa
Bantun
Candak
Bawa
Beak
Seep
Seep
Habis
Beda
Benten
Benten
Beda
Beja
Wawartos
Wawartos
Kabar
Bener, enya
Leres
Leres
Benar
Bengek, mengi
Asma
Ampeg
Asma
Bere, mere
Maparin, masihan
Ngahaturaan, ngaleler
Memberi
Berekah
Pangesto, pangestu
Damang, wilujeng
N/A
Beuki
Beuki, seneng
Sedep
Suka
Beulah
Palih
Palih
Patah
Beuli, meuli
Meser
Ngagaleuh
Beli
Beunang
Kenging
Kenging
Dapat
Beungeut
Beungeut
Pameunteu, raray
Muka
Beurang
Siang
Siang
Siang
Beurat
Abot
Abot
Berat
Beuteung
Padaharan
Patuangan, lambut
Perut
Bibi
Pun bibi
Tuang bibi
Bibi / Tante
Bikeun, mikeun
Maparinkeun
Ngahaturkeun,nyanggakeun
Berikan
Bilang, milang
Ngetang
Ngetang
Berhitung
Birit, bujur
Birit, bujur
Imbit
Pantat
Bisa
Tiasa
Tiasa
Bisa
Bisi
Bilih
Bilih
N/A
Biwir
Biwir
Lambey
Bibir
Boa
Tiasa jadi
Tiasa jadi
Jikalau
Boga
Gaduh
Kagungan
Punya
Buang, ngising
Miceun
Kabeuratan
BAB
Budak
Budak
Murangkalih
Anak
Bujal
Bujal, puser
Udel
Pusar
Buka puasa
Buka
Bobor
Buka puasa
Bukti
Buktos
Buktos
Bukti
Bulan
Sasih
Sasih
Bulan
Bungah, gumbira
Bingah
Bingah
Gembira
Burit
Sonten
Sonten
Sore
Buru
Bujeng
Bujeng
Cepat
Butuh
Perlu
Peryogi
Perlu
Cabak, nyabak
Nyabak
Cepeng
Megang
Cageur
Pangesto, pangestu
Damang
Sehat
Calana
Calana
Lancingan
Celana
Cangkeng
Cangkeng
Angkeng
Pinggang
Caram, carek, nyarek
Nyarek
Ngawagel
Carang, langka
Awis
Awis
Carek, nyarekan
Nyarekan
Nyeuseul
Carita, nyarita, ngomong
Nyanggem
Nyarios
Cenah
Cenah
Saurna
Cekel, nyekel
Nyekel
Nyepeng
Celuk,nyeluk,gero,ngageroan
Nyauran
Ngagentraan
Ceuli
Ceuli
Cepil
Ceurik
Ceurik
Nangis
Cicing
Matuh
Calik, linggih
Ciduh
Ciduh
Ludah
Cik, cing
Cobi
Cobi
Cikal
Cikal
Putra pangageungna
Ciling, pacilingan
Kakus
Jamban
Ciri
Tanda
Tawis
Cium, nyieum
Nyieum
Ngambung
Cokot, nyokot
Ngabantun
Nyandak
Cukup, mahi
Cekap
Cekap
Cukur, dicukur
Dicukur
Diparas
Cunduk, dating
Dongkap
Sumping, rawuh
Daek
Daek, purun
Kersa
Dagang
Dagang
Icalan
Dahar
Neda
Tuang
Dangdan
Dangdan
Dangdos
Dapur
Dapur
Pawon
Denge, ngadenge
Nguping, mireng
Ngadangu
Deukeut
Caket
Caket
Didik, ngadidik
Ngatik
Miwuruk,mitutur,miwejang
Diri
Diri
Salira
Diuk
Diuk
Calik, linggih
Duga, kaduga
Kaduga
Kiat
Duit
Artos
Artos
Dumeh, lantaran
Jalaran
Ku margi
Eling, inget
Emut
Emut
Emboh, tambah
Tambih
Tambih
Era
Isin
Lingsem
Embung
Alim
Teu kersa
Enggon
Pamondokan
Pangkuleman
Eukeur, keur
Nuju
Nuju
Eusi, ngeusian
Ngalebetan
Ngalebetan
Euweuh
Teu aya
Teu aya
Gancang
Enggal
Enggal
Ganti
Ganti
Gentos
Gardeng, reregan
Gardeng
Lalangse
Gawe
Gawe
Damel
Gede
Gede
Ageung
Gelung
Gelung
Sanggul
Genah, ngeunah
Raos
Raos
Gering
Udur
Teu damang
Getol
Getol
Kersaan
Geulang
Geulang
Pinggel
Geura, pek, heg
Geura, mangga
Mangga
Geuwat
Enggal
Enggal
Gigir, gigireun
Gigireun
Gedengeun
Gimir
Gimir
Rentag manah
Gogoda, cocoba
Cocoba
Cocobi
Goreng
Goreng
Awon
Gugu, ngagugu
Nurut
Tumut
Haben
Haben
Teras-terasan
Hadir, ngahadiran
Nungkulan
Ngaluuhan
Hal, perkara
Perkawis
Perkawis
Halis
Halis
Kening
Hampura, maap
Hapunten
Hapunten, haksama
Hareup
Payun
Payun
Harga
Harga
Pangaos
Harti
Hartos
Hartos
Hate
Hate
Manah
Hawatir,watir,karunya
Watir
Hawatos
Hayang
Hoyong
Palay
Helok
Heran
Hemeng
Hese, susah, pelik
Sesah
Sesah
Heuay
Heuay
Angob
Heubeul, lawas
Heubeul
Lami
Heug, seug
Mangga
Mangga
Hili, tukeur
Liron
Gentos
Hirup
Hirup
Jumeneng
Hudang
Hudang
Gugah
Huntu
Huntu
Waos
Hutang
Hutang
Sambetan
Iber, beja, warta
Wartos
Wartos
Idin
Widi
Widi
Igel
Igel
Ibing
Iket
Totopong
Udeng
Ilik, ngilikan
Ningalan
Ningalan
Ilu, ngilu
Ngiring
Ngiring
Imah
Rorompok
Bumi
Impi, ngimpi
Impen, ngimpen
Impen, ngimpen
Imut
Imut
Mesem
Incu
Pun incu
Tuang putu
Indit, miang
Mios
Angkat, jengkar
Indung
Pun biang
Tuang ibu
Inggis, risi
Inggis, risi
Rempan
Injeum, nginjeum
Nambut
Nambut
Inum, nginum
Leueut, ngaleueut
Leueut, ngaleueut
Irung
Irung
Pangambung
Isuk, isukan
Enjing
Enjing
Itung
Itung
Etang
Iwal, kajaba
Kajaba
Kajabi
Jaga
Jaga
Jagi
Jalma, jelema
Jalmi
Jalmi
Jauh
Tebih
Tebih
Jawab
Walon
Waler
Jero
Lebet
Lebet
Jeung
Sareng
Sareng
Jiga
Jiga
Sapertos,sakarupi
Jual
Ical
Ical
Jugjug
Bujeng
Bujeng
Juru, ngajuru
Ngalahirkeun
Babar
Kabeh, kabehanana
Sadayana
Sadayana
Kabur, minggat
Minggat
Lolos
Kacida, naker
Kalintang
Kalintang, teu kinten
Kajeun, keun bae
Sawios
Sawios
Kakara, karek
Nembe
Nembe
Karembong
Kekemben
Kekemben
Kari, tinggal
Kantun
Kantun
Kasakit, nyeri
Kasakit, kanyeri
Kasawat
Katara, kaciri
Katawis
Katawis
Kapalang, kagok
Kapambeng
Kapambeng
Kawas
Sapertos
Sapertos
Kawin
Nikah, jatukrami
Jatukrami,rendengan
Kede
Kenca
Kiwa
Kejo, sangu
Sangu
Sangu
Kelek
Kelek
Ingkab
Kesang
Karinget
Karinget
Keur, pikeun
Kanggo
Kanggo, haturan
Kiih
Kahampangan
Kahampangan
Kolot
Kolot
Sepuh
Kongkorong
Kangkalung
Kangkalung
Kop, pek
Mangga
Mangga
Kuat
Kiat
Kiat
Kudu
Kedah
Kedah
Kumbah
Kumbah
Wasuh
Kumis
Kumis
Rumbah
Kumpul
Kempel
Kempel
Kungsi
Kantos
Kantos
Kurang
Kirang
Kirang
Kuring, sim kuring
Abdi, sim abdi
Sim abdi
Labuh
Labuh
Geubis
Lahun, ngalahun
Ngalahun
Mangkon
Lain
Sanes
Sanes
Laju
Lajeng
Lajeng
Laki, lalaki
Lalaki
Pameget
Laku, payu, laris
Pajeng
Pajeng
Lalajo
Nongton
Nongton
Lamun, upama
Upami
Upami
Lanceuk
Pun lanceuk
Tuang raka
Lantaran, sabab
Jalaran, sabab
Mari
Leho
Leho
Umbel
Letah
Letah
Ilat
Leungeun
Leungeun
Panangan
Leungit
Leunit
Ical
Leutik
Alit
Alit
Leuwih
Langkung
Langkung
Lila
Lami
Lami
Mahal
Awis
Awis
Maksud
Maksad
Maksad
Malarat, miskin
Jalmi teu gaduh
Teu kagungan nanaon
Malem
Wengi
Wengi
Malik
Malik
Mayun
Mamayu
Mamayu
Mamajeng
Mangka, sing, muga
Mugi
Mugi
Maot
Maot
Pupus, tilar dunga
Marhum
Marhum, jenatna
Marhum, suargi
Memeh, samemehna
Sateuacanna
Sateuacanna
Mending, leuwih hade
Langkung sae
Langkung sae
Meujeuhna
Meujeuhna
Cekap
Meueun
Panginten
Panginten
Mimimti, mimitina
Kawitna
Kawitna
Minangka
Etang-etang
Etang-etang
Mindeng, remen
Sering
Sering
Minyak
Lisah
Lisah
Muga
Mugi
Mugia
Mupakat, rempug
Mupakat, rempug
Rempag
Murah
Mirah
Mirah
Najan, sanajan
Sanaos
Sanaos
Ngan
Mung
Mung
Ngaran
Wasta, nami
Jenengan, kakasih
Ngeunah
Ngeunah
Raos
Ngora
Ngora
Anom
Nini
Pun nini
Tuang eyang
Nyaho
Terang
Uninga
Nyaring
Nyaring
Teu acan kulem
Nyolowedor
Nyolowedor
Midua maha
Obat, ubar
Obat, ubar
Landog
Ogan, ondang
Ondang
Ulem
Ome,ngomean,menerkeun
Ngalereskeun
Ngalereskeun
Paham
Paham,ngartso
Ngartos
Paju, maju
Majeng
Majeng
Pake, make
Nganggo
Nganggo
Palangsiang, bias jadi
Tiasa jadi
Tiasa jadi
Palire, malire
Malire
Merhatoskeun
Pamajikan
Pun bojo
Tuang rayi
Pancuran, kamar mandi
Jamban
Jamban
Pandeuri
Ti pengker
Ti pengker
Pang, pangna, nu matak
Nu mawi
Nu mawi
Panggih, manggih, nimu
Mendak
Mendak
Pangkat, kadudukan
Kadudukan
Kalungguhan
Pangku, mangku
Mangku
Mangkon
Panon
Panon
Soca
Pantar, sapantar
Sapantar
Sayuswa
Paribasa
Paripaos
Paripaos
Pariksa, mariksa
Mariksa
Marios
Parna
Repot
Wales
Paro, saparo
Sapalih
Sapalih
Pasti, tangtu
Tangtos
Tangtos
Pati, teu pati
Teu patos
Teu patos
Patuh, matuh
Matuh
Linggih
Payung
Payung
Pajeng
Pedah
Ku margi, jalaran
Rehing
Penta, menta
Neda, nyuhunkeun
Mundut
Pecak, mecak, nyoba
Nyobi
Nyobi
Pencet, mencetan
Meuseulan
Meuseulan
Percaya
Percanten
Percanten
Perlu
Perlu
Peryogi
Permisi
Permios
Permios
Peuting
Wengi
Wengi
Pihape, mihape
Wiat
Ngaweweratan
Piker
Piker
Manah
Piligenti
Piligentos
Piligentos
Pindah
Pindah
Ngalih
Pingping
Pingping
Paha
Pipi
Pipi
Damis
Poe
Dinten
Dinten
Poho
Hilap
Lali
Potong, popotongan
Patilasan
Patilasan
Puasa
Puasa
Saum
Puguh, tangtu
Tangtos
Tangtos, kantenan
Purun
Purun
Kersa
Rarabi
Rarabi
Garwaan
Raksa, pangraksa
Pangraksa
Panangtayungan
Ramo
Ramo
Rema
Rampes
Mangga
Mangga
Rasa, rumasa
Rumaos
Rumaos
Rea, loba
Seueur
Seueur
Receh
Receh
Artos alit
Reujeung
Bareng
Sareng
Reuneuh
Kakandungan
Bobot, ngandeg
Reureuh
Reureuh
Ngaso
Rieut
Rieut
Puyeng
Ripuh
Ripuh
Repot
Robah
Robah
Robih
Roko, ududeun
Rokok
Sesepeun
Rua, sarua
Sarupi, sami
Sarupi, sami
Rusuh, rurusuhan
Enggal-enggalan
Enggal-enggalan
Saba, nyaba
Nyanyabaan
Angkat-angkatan
Sabot
Keur waktu
Waktos
Sabuk, beubeur
Beubeur
Beulitan
Sadia
Sayagi
Sayagi
Sakeudeung
Sakedap
Sakedap
Salah
Lepat
Lepat
Salahsaurang
Salahsawios
Salahsawios
Salaki
Pun lanceuk
Caroge, tuang raka
Salamet
Salamet
Wilujeng
Salat, solat
Sambeang
Netepan
Salesma
Salesma
Pileg
Salempang, hariwang
Salempang
Salempang, rajeg manah
Salin, disalin
Disalin
Gentos
Samak
Amparan
Amparan
Sampak, nyampak
Nyampak
Nyondong, kasondong
Samping
Sinjang
Sinjang
Sanding, kasanding
Kasanding
Kasumpingan
Sanggeus
Saparantos
Saparantos
Sanggup
Sanggem
Sanggem
Sare
Mondok
Kulem
Sarerea
Sadayana
Sadayana
Sarta, jeungna deui
Sareng
Sareng
Sarua
Sami
Sami
Sasarap
Sasarap, neda
Tuang
Sawah
Sawah
Serang
Sejen
Sejen
Sanes
Seleh, nyelehkeun
Masrahkeun
Nyanggakeun,ngahaturkeun
Selewer, nyelewer
Midua hate
Midua manah
Semah
Tamu
Tamu
Sesa, kari
Kantun
Kantun
Sebut
Sebat
Sebat
Serah, nyerahkeun
Mirak
Mirak, ngeser
Seubeuh
Sesek
Wareg
Seuri
Seuri
Gumujeng
Siar, nyiar
Milari
Milari
Sibanyo
Sibanyo
Wawasuh
Sirah
Sirah
Mastaka
Sirit
Larangan
Larangan
Sisir
Pameres
Pameres
Soara, sora
Sora
Soanten
Sorangan
Sorangan
Nyalira
Sore
Sonten
Sonten
Sugan, manawi
Manawi
Manawi
Suku
Suku
Sampean
Sunat, nyunatan
Ngabersihan
Nyepitan
Sungut
Cangkem
Baham
Supaya
Supados
Supados
Surat
Serat
Serat, tetesan
Suweng
Suweng
Kurabu, gwang
Tabeat
Adat
Panganggo
Tadina
Awitna, kawitna
Kawitna
Tai
Kokotor
Kokotor
Taksir, ngira
Nginten-nginten
Nginten-nginten
Taktak
Taktak
Taraju
Talatah
Wiat saur
Wiat saur
Tambah
Tambih
Wuwuh
Tampa
Tampi
Tampi
Tanda, ciri
Tawis
Tawis
Tangen, katangen
Kanyahoan
Kauninga
Tangtung, nangtung
Nangtung
Ngadeg
Tanya
Taros
Pariksa
Tapi
Nanging
Nanging
Tarang
Tarang
Taar
Tarima
Tampi
Tampi
Tawar, nawar
Nawis
Mundut
Tayoh-tayohna
Rupina
Rupina
Teang, neangan
Milari
Milari
Tenjo, nenjo, nempo
Ningal
Ningali
Tepi
Dugi
Dugi
Tere
Tere
Kawalon
Tereh
Enggal
Enggal
Teleg, teureuy
Teleg
Telen
Tembang, nembang
Nembang
Mamaos
Tepi, nepi
Dugi
Dugi
Tepung
Tepang
Tepang
Terus
Teras
Teras
Teundeun
Simpen
Simpen
Tincak
Tincak
Dampal
Titah, nitah, jurung
Ngajurungan
Miwarangan
Tonggong
Tonggong
Pungkur
Topi, dudukuy
Topi, dudukuy
Tudung, langgukan
Tulis
Tulis
Serat
Tulung, pitulun
Pitulung
Pitandang
Tulus
Cios
Cios
Tuluy
Teras, lajeng
Teras, lajeng
Tumpak
Tumpak
Tunggang
Tunggu
Antos
Antos
Turun
Turun
Lungsur
Ucap
Ucap
Kedal, lisan
Ulah
Teu kenging
Teu kenging
Ulin
Ulin
Ameng
Umur
Umur
Yuswa
Urus, nguruskeun
Ngalereskeun
Ngalereskeun
Urut
Tilas
Tilas
Utama
Utami
Utami
Waktu
Waktos
Waktos
Wani
Wantun
Wantun
Waras
Cageur
Damang
Wareh, sawareh
Sapalih
Sapalih
Warga, dulur
Wargi
Wargi
Watara, sawatara
Sawatawis
Sawatawis
Wawuh
Wanoh, kenal
Kenal
Wedak
Pupur
Pupur
Wedal
Wedal
Weton
Wilang, kawilang
Kaetang
Kaetang
Wudu
Wulu, wudu
Abdas